Pengamat Sosial dari Universitas Negeri Padang, Erian Joni mengungkap beberapa sebab terjadinya kasus tersebut.
Pertama, model pendekatan yang digunakan aparat dalam penangganan cenderung masih koersif atau pemaksaan sehingga terjadi resistensi di tengah-tengah PKL.
Akibatnya ruang dialog antara kedua pihak tak terjadi secara terbuka.
Kedua, adanya dugaan kecemburuan sosial PKL terhadap kebijakan tebang pilih dalam penanganan PKL di kawasan lainnya, sehingga perlakuan ini dianggap tak adil.
Erian menyebut bahwa kebijakan terhadap PKL di Kota hanya dalam perspektif Pemko Padang semata.
"Sebaiknya melihat dengan berimbang dari kacamata PKL-nya, misalnya Pemko memberi tempat atau ruang untuk beraktivitas malam hari. Artinya beri PKL peluang untuk mengais rejeki," katanya.[caption id="attachment_15457" align="alignnone" width="600"] Sosiolog dari Universitas Negeri Padang, Erian Joni. (Foto: Dok. Facebook/Erian Joni)[/caption]
Dia memastikan bahwa apapun alasan dengan mengambil tindakan represif terhadap PKL tidak akan mampu menyelesaikan masalah.
"Termasuk kekerasan verbal seperti berkata kotor yang malah memicu provokasi dan akibatnya terjadi perlawanan PKL," katanya.
Erian mengusulkan agar aparat yang diturunkan harus terlatih dalam komunikasi, humanis dalam perlakuan dan paham kondisi sosiologis PKL.
Editor : Redaksi