Menurutnya, sistem yang masih mengandalkan pertemuan fisik, alur birokrasi yang berbelit-belit dan regulasi yang terlalu panjang memberikan celah seorang ASN melakukan tindak pidana korupsi tersebut.
"Penerapan sistem administrasi pemerintahan seperti itu berpotensi memunculkan tindakan transaksional," katanya.
Ia mengatakan, perlu penerapan sistem administasi pemerintahan yang lebih transparan dan mengurangi kontak fisik untuk menutup celah tersebut.
"Hal itu dapat dilakukan dengan memanfaatkan layanan digitalisasi di berbagai bidang, mulai dari perencanaan hingga eksekusi kebijakan," katanya
Ia menuturkan, hal tersebut nantinya yang akan memunculkan konsep smart city, smart government dan e-government.
“Banyak saya kira hal-hal tindak pidana korupsi by system karena sistemnya, oleh karena itu perbaikan sistem perlu kita lakukan,” lanjutnya.
Penyebab kedua menurutnya adalah kurangnya integritas yang dimiliki individu, sehingga memunculkan tindakan korupsi."Hal itu juga didorong dengan kurangnya kesejahteraan yang didapatkan oleh penyelenggara negara," katanya.
Karena itu, aspek kesejahteraan perlu dipikirkan untuk mencegah terjadinya korupsi. Meski hal itu juga tidak sepenuhnya menjamin mampu menghilangkan perilaku korup.
“Tapi yang hampir pasti kalau semua kurangnya dia berusaha untuk mencari dan akhirnya melakukan tindak pidana korupsi,” lanjutnya.
Editor : Redaksi