Sebagaimana diketahui, Dewa Indra adalah dewa yang juga hidup dalam kepercayaan agama Hindu.
Dari kesimpulan di atas, terdapat satu hal yang menarik untuk dihubungkan lebih lanjut dengan temuan candi di Bukit Koto Rao, yaitu aktivitas pemujaan yang dilakukan oleh Raja Bijayendrasekhara di Sri Indrakila Parwatapuribhaya.
Sebagaimana telah disebutkan, Sri Indrakila Parwata‐puribhaya dapat diartikan sebagai istana di gunung, sehingga dapat diperkirakan bahwa tempat pemujaan tersebut berada di atas gunung atau bukit.
Sementara itu, sampai saat ini belum pernah diketemukan candi di perbukitan atau di gunung di dekat lokasi prasasti ini, kecuali Candi Koto Rao yang ditemukan di Bukit Koto Rao baru‐baru ini.
Berdasarkan hal tersebut, dapat diperkirakan bahwa situs percandian di Bukit Koto Rao inilah yang dimaksud sebagai Sri Indrakila Parwatapuribhaya dalam Prasasti Kubu Sutan.
Jika asumsi tersebut di atas benar, maka dating atau pertanggalan relative dan latar belakang keagamaan dari situs percandian di Bukit Koto Rao pun dapat ditentukan perkiraannya, yaitu pada akhir abad ke‐14 M dan berlatar belakang agama Hindu.Dengan dapat diperkirakannya pertanggalan relatif dari situs di Koto Rao ini, dapat dikatakan bahwa situs candi khususnya dan situs masa klasik lainnya di Kabupaten Pasaman mempunyai pertanggalan yang sezaman dan eksis pada abad ke‐14 M.
Sementara itu, berdasarkan analisis komparatif di atas, fungsi situs percandian di Bukit Koto Rao pun dapat diperkirakan, yaitu sebagai tempat pemujaan bagi istri Dewa Brahma.
Namun demikian, belum dapat diperkirakan istri Dewa Brahma manakah yang dipuja di tempat ini, apakah Aditi, Sarasvati (Brahmi, Satarupa, Savitri) ataukah Gayatri?
Situs percandian di Bukit Koto Rao diperkirakan merupakan bangunan suci sebagaimana dimaksudkan dalam Prasasti Kubu Sutan, Sarasvati, Gayatri, Aditi ataukah lainnya.
Editor : Redaksi