Catatan Bhenz Maharajo: Langkah Mustahil Datuak Safar

×

Catatan Bhenz Maharajo: Langkah Mustahil Datuak Safar

Bagikan berita
Penulis, Bhenz Maharajo berdiskusi dengan Datuak Safaruddin Bandaro, Kamis, 25 Februari 2021.
Penulis, Bhenz Maharajo berdiskusi dengan Datuak Safaruddin Bandaro, Kamis, 25 Februari 2021.

Dibao Untuang Sepotong Tunjang

Jika kebanyakan pejabat, kalau ke Jakarta duduknya di tempat berkelas, dan resto mahal, Datuak Safar tidak. Dia memilih makan di emperan, di kaki lima. Dia merasa canggung duduk di café-café mahal. Hidupnya memang tidak hedonis, nongkrongnya di lapau kopi. Di lapau, dia bisa menemui orang-orang yang hidup susah, merasakan kepelikan para pemilihnya, berbincang dan berdiskusi, tanpa dibatasi jabatan.

Satu yang pasti, kalau di Jakarta, Datuak pasti singgah ke Rumah Makan Dibao Untuang. Rumah makan kecil, terletak di jalan sempit Kebon Kacang, kawasan Tanah Abang. Dibao Untuang adalah pelampiasan rasa lapar, sekaligus tempat nyaman untuk bercerita. Datuak menemukan kenyamanan di sana, sekaligus menemukan selera yang pas dengan lidahnya.

Gulai tunjang RM Dibao Untuang memang juara. Khas. Tak ditemukan di rumah makan manapun. Begitu juga pangek padeh. Datuak Safar memang penikmat pangek padeh. Jika sudah berada di Dibao Untuang, rasanya segala beban hilang. Kami bisa tertawa di sana, riang di sana, sembari menertawakan segala pahit yang sudah dilalui. Ini tempat bersejarah, setidaknya bagi kami yang mengiringi perjuangannya.

Keluar dari Dibao Untuang, energi kembali berlipat, garis perjuangan bisa ditata. Benar kata orang-orang tua, jika perut kenyang, apa saja bisa dihadang. Datuak memang paling bisa menjaga semangat barisannya.

Bersafari Bersama Rakyat

Kisah pahit di Jakarta menjadi pelecut untuk berjuang. Setelah perang di jantung Indonesia itu berlalu, perang baru di mulai, perang yang menguras segalanya. Tenaga, pikiran, dan biaya. Perang dalam rangka merebut hati pemilih.

Memang, Datuak Safar politisi yang lama di labirin kekuasaan, tapi soal logistik, dia bukan tipikal pejabat yang suka menumpuk kekayaan. Mendekati 25 tahun jadi anggota dewan, Datuak Safar masih tetap hidup dalam kesederhanaan. Dia memilih untuk terus berbagi ketimbang membuat gendut rekening pribadi. Ini yang jadi masalah. Pertarungan politik itu juga pertarungan biaya. Logistik. Datuak Safar lemah di sini. Walau wakilnya, Rizki Kurniawan orang berpunya, tapi tentu segala biaya tidak bisa disandarkan saja kepadanya. Apalagi dia hanya berposisi sebagai wakil. Sementara calon-calon lainnya, orang-orang kuat. Logistiknya berlipat.

Walau kurang di logistik, Datuak punya barisan yang kokoh. Orang-orang di sekelilingnya militan. Berjuang tanpa memikirkan keuntungan. Inilah yang barangkali kurang di pasangan calon lain. Dengan barisan yang solid, Datuak tidak merasa cemas akan kekurangan logistik. Baginya, perjuangan bersama, dengan segenap ketulusan dan keyakinan, lebih berharga dibandingkan berjuang dengan mengandalkan modal banyak. Langkah seperti ini sudah dijalani. Lima periode bertarung untuk kursi DPRD, dia mampu meyakinkan pemilih, menyatukan segala harapan tanpa terbelenggu uang.

Setelah ditetapkan sebagai pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), Datuak mulai berkeliling, menebar harapan pembangunan untuk Limapuluh Kota. Bernomor urut tiga, taglinenya safari, membangun Limapuluh Kota yang madani. Dia melangkah bersama masyarakat, berjalan beriring. Kurang di logistik, tapi kaya dukungan.

Editor : Redaksi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini