HALONUSA.COM - Jam sudah menunjukkan pukul 17.35 WIB. Mentari bersiap-siap berangkat ke pangkuan malam. Langit biru pun lambat laun menjadi jingga. Udara dingin semakin terasa di Jorong Kayu Aro, Nagari Batang Barus, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat.
Di sebuah rumah di Kompleks Perumahan Kayu Aro, Haikal Ari Fauzi (31) berpamitan kepada istri dan empat anaknya. Ia akan pergi bekerja di Pabrik Aqua Solok.
"Papa berangkat dulu ya," ujarnya kepada anak bungsunya yang kembar sembari mencium keduanya.
Sementara itu, perempuan yang sudah hidup belasan tahun bersamanya mengambil tangan suaminya itu dan meletakkannya di keningnya.
"Kerjanya hati-hati, ya, Pa," katanya sambil memberikan tas yang berisi bekal untuk makan malam suaminya.
Pria itu menyalakan sepeda motornya dan perlahan meninggalkan keluarganya untuk mengais rezeki. Ari mengendarai sepeda motornya selama 10 menit untuk menuju Pabrik Aqua Solok.
Sesampainya di gerbang, Ari menyerahkan tas yang ia bawa kepada penjaga untuk diperiksa. Pemeriksaan itu merupakan salah satu peraturan yang harus ia patuhi saat akan memasuki pabrik. Ia lalu memarkirkan sepeda motornya di parkiran yang tidak jauh dari gedung tempatnya bekerja. Di gedung itu ia akan bekerja memuat seluruh produk yang sudah dikemas ke dalam truk.
Jam baru menunjukkan pukul 17.45, pertanda masih ada waktu untuk beristirahat dan menghabiskan sebatang rokok. Ari berjalan kaki ke sebuah pendopo yang terletak 500 meter dari tempat parkir.
Beberapa orang lelaki yang menggunakan rompi berwarna hijau sedang bercanda sambil menyeruput kopi dan menghisap rokok di ruangan itu. Ari segera bergabung dengan mereka sembari bersenda gurau menunggu waktu bekerja yang tinggal beberapa menit lagi.
Waktu berlalu. Jam sudah menunjukkan pukul 17.58. Ari dan teman-temannya langsung bergegas pergi ke gedung produksi untuk melihat apakah semua produk sudah selesai dikemas.
Tidak lupa masing-masing dari mereka menggunakan helm kuning. Ada juga pekerja yang menggunakan helm putih sebagai pelindung kepala saat bekerja.
Setelah mereka sampai di gedung tempat mereka bekerja, beberapa mobil sudah siap menunggu untuk diisi produk Aqua yang akan dipasarkan di berbagai daerah di Sumatra.
Ari dan tiga temannya langsung mengangkat kardus-kardus berisi air mineral Aqua ke dalam mobil tersebut dan dibantu oleh mesin yang ada di tempat itu. Tiga puluh menit kemudian, mereka selesai memasukkan kardus demi kardus ke dalam mobil. Mobil itu pun penuh dengan air minum mineral Aqua. Mereka memutuskan untuk beristirahat sebentar dan menunggu mobil selanjutnya berada di posisinya untuk diisi seperti sebelumnya.
Pada pukul 22.00 WIB Ari bersama 19 temannya pergi ke pendopo untuk beristirahat sembari dan menghabiskan beberapa batang rokok serta secangkir kopi. Setelah beristirahat, mereka kembali melanjutkan pekerjaan yang tersisa cukup banyak dan harus menyelesaikannya sebelum pukul 06.00 WIB.
Setelah pukul 06.00 WIB, Ari segera mengemasi barang-barangnya dan meletakkan helm yang ia gunakan di tempat penyimpanan perlengkapan. Sebelum pulang, ia menghampiri seorang pria yang duduk di belakang sebuah meja untuk mengambil upah dari keringat yang telah ia kucurkan semalaman.
"Banyak, ya, hari ini," ujar pria itu kepada Ari sembari menyerahkan empat lembar uang pecahan Rp100 ribu.
"Makasih, Bang. Saya langsung pulang, ya," katanya sembari mengambil uang tersebut. Ia langsung bergegas ke parkiran bersama beberapa temannya.
"Duluan, ya. Mau mengantar anak sekolah dulu," kata Ari sambil mengangkat tangan kepada beberapa orang pria yang juga sudah menaiki sepeda motor mereka.
Ari mengendarai sepeda motornya dengan sangat hati-hati karena dinginnya cuaca pagi itu tidak hanya terasa bagai menusuk tulangnya, tetapi seperti membacok tubuhnya. Ia tidak bisa memacu sepeda motornya dengan kecepatan penuh. Ia berprinsip bahwa dalam berkendara biar lambat asal selamat.
Setelah beberapa menit berkendara, Ari sampai di rumahnya pada pukul 06.15 WIB. Ia berencana untuk mengantarkan anak sulungnya ke sekolah. Di rumah istrinya segera membukakan pintu dan menyambut suaminya yang semalaman menguras keringat untuk mencari rezeki.
Di dalam rumah, secangkir kopi hangat sudah tersedia di meja ruang tamu. Istrinya langsung mengambil tas yang disandang oleh Ari dan mempersilakan ia beristirahat sejenak.
"Gimana tadi kerjaannya, Bang? Lancar?" tanya istrinya sambil duduk di samping Ari untuk menemaninya menghabiskan kopi yang telah ia suguhkan.
"Alhamdulillah lancar. Ini buat kebutuhan belanja," ujar Ari sambil menyerahkan uang yang telah didapatkan dari memuat hasil produksi di Pabrik Aqua Solok.
Istrinya tersenyum sumringah. Ia mengambil uang tersebut dan menyimpannya di dompet di atas lemari.
Suara gemercik air dari dalam kamar mandi terdengar. Anak sulung Ari sudah bangun dan bersiap untuk berangkat ke sekolah. Istri Ari menyiapkan seragam sekolah yang akan dikenakan oleh anak sulungnya pergi menimba ilmu di sekolah dasar yang terletak sekitar 2 kilometer dari rumahnya.
Setelah anaknya siap untuk berangkat ke sekolah, Ari langsung mengantarkan anaknya. Setelah tugasnya selesai, ia kembali ke rumah untuk melepaskan penat dari bekerja tadi malam. Ia akan beristirahat beberapa jam dan berencana bangun pada pukul 13.00 WIB. Setelah itu, ia akan melakukan beberapa pekerjaan di rumah atau pergi melihat sawah orang tuanya.
Ari mengakui bahwa pekerjaannya saat ini jauh lebih baik daripada pekerjaannya sebelum beroperasinya Pabrik Aqua Solok. Ia mengaku tak tahu bagaimana akan menghidupi keluarganya kalau Pabrik Aqua tidak ada di sana. Dengan adanya Pabrik Aqua, ia menggantungkan hidupnya dengan bekerja sebagai tukang bongkar muat di pabrik tersebut.
"Saya hanya memiliki ijazah SD. Kalau pabrik ini tidak berdiri, mungkin saya hanya akan menjadi buruh bangunan," tuturnya kepada Halonusa.com, Kamis, 23 November 2023.
Ari menuturkan bahwa kehadiran Pabrik Aqua di kampung halamannya itu mengubah kehidupannya berserta keluarganya. Ia menceritakan bahwa semua perubahan yang terjadi dalam kehidupannya bermula pada 2018 saat ia diminta untuk menjadi salah satu anggota bongkar muat di Pabrik Aqua. Ari yang saat itu tidak memiliki pekerjaan tetap memantapkan dirinya untuk menjadi bagian dari keluarga besar PT Tirta Investama Solok. Meskipun bukan sebagai karyawan, Ari sangat bersyukur bisa bergabung dengan salah satu perusahaan terbesar di Indonesia tersebut.
Awal bekerja sebagai tenaga kerja bongkar muat (TKBM), Ari mendapatkan cibiran dari beberapa teman-temannya.
"Ada yang mengatakan, ngapain jadi tukang angkut. Kalau mau jadi tukang angkut, mendingan di pasar. Mereka kan bikin pabrik di kampung kita," katanya.
Akan tetapi, Ari tidak mengacuhkan berbagai nada minor itu. Ia tetap menjalani hari-harinya untuk memuat produk yang telah dikemas di pabrik ke dalam mobil untuk dipasarkan.
"Beruntung saya tidak mendengarkan kata orang-orang itu. Alhasil, sekarang saya sudah bisa membeli rumah meskipun masih kredit dan keluarga saya tidak kekurangan apa pun dalam hal ekonomi," tuturnya.
Ari menjelaskan bahwa tidak hanya dirinya yang merasakan perubahan dalam hal perekonomian sejak berdirinya Pabrik Aqua. Lebih dari 130 orang warga Kayu Aro lainnya merasakan hal yang sama.
Dari bekerja di sana ia mendapatkan Rp4 juta hingga Rp6 juta per bulan. Ia dan teman-temannya dibayar per hari. Setiap hari itu mereka menghasilkan uang dari Rp250 ribu sampai Rp500 ribu dengan waktu kerja tiga hari dalam sepekan. Ia merasa penghasilan itu sangat cukup untuk menghidupi keluarganya, bahkan untuk mencicil satu unit rumah yang ia beli di Kompleks Perumahan Kayu Aro.
"Alhamdulillah rumah sudah ada. Cicilannya sudah berjalan lima tahun. Biaya hidup sehari-hari juga tidak pernah kurang," tuturnya.
Berikan Pengaruh kepada Warga Sekitar
Sebagai sebuah pabrik yang berdiri di sekitar masyarakat, PT Tirta Investma Solok memberikan peluang besar untuk warga Sumatera Barat yang bergabung sebagai bagian dari mereka.
Kepala PT Tirta Investma Solok, Hendro Wibowo, mengatakan bahwa saat ini ratusan warga Sumatera Barat, khususnya daerah Kayu Aro, sudah bergabung dengan perusahaan tersebut.
"Yang bekerja di sini ada sekitar 300 orang dan 90 persennya adalah warga Solok dan kebanyakan warga yang berdomisili di dekat pabrik," katanya.
Hendro menjelaskan bahwa pihaknya membagi 300-an orang yang bekerja di Pabrik Aqua tersebut menjadi tiga bagian dengan tugas dan fungsi yang berbeda. Pertama adalah karyawan. Jumlahnya 137 orang. Kebanyakan dari mereka warga Sumatera Barat yang mengikuti seleksi sebagai karyawan PT Tirta Investma Solok.
Selain karyawan, ada juga pekerja yang memberikan jasanya dalam bentuk mitra yang dibagi pada bagian produksi dan TKBM.
"Untuk mitra ini kami bagi. Yang di bagian produksi itu sebanyak 54 orang meliputi, security, cleaning service, dan dokter," ucap Hendro.
Sementara itu, untuk TKBM, pihaknya menerima 130-an orang. Tugas mereka ialah membongkar dan memuat seluruh hasil produksi ke dalam mobil.
"Jadi, yang bekerja di Pabrik Aqua ini sekitar 300-an orang. Pekerja yang bukan warga Sumatera Barat hanya 10 persen, seperti saya dan beberapa staf lainnya,” tuturnya.
Dengan begitu, ia mengklaim bahwa pihaknya sudah memberikan manfaat dalam hal perekonomian terhadap kurang lebih seribu jiwa di Sumatera Barat.
"Kalau untuk pemberian manfaat hanya untuk 1000-an orang ini saja tentu masih sangat kurang bagi kami. Agar bisa memberikan manfaat lainnya, kami melakukan beberapa program," katanya.
Program yang dimaksud Hendro akan dituangkan dalam babak kedua yang manfaatnya sudah dirasakan oleh masyarakat yang ada di sekitar Pabrik Aqua Solok. (*)