Andre memainkan dua peran di pentas politik. Punya dua wajah. Kepada para elit, dia garang, dianggap kurang ajar, kepada masyarakat lembut. Andre paham, sebagai politisi, yang dia rawat seharusnya masyarakat jelata, merekalah pemilik suara, dan dominan. Para politisi cuma segelintir orang, yang sudah tentu tidak terlalu mencolok, jika dihitung suaranya. Andre paham itu. Dia cerdas dalam bersikap dan menjaga suara.
Penggerebekan PSK, Puncak Kontravensi
Paling kontravensi, ketika Andre turut serta menggerebek praktik prostitusi di salah satu hotel berbintang di Padang, 26 Januari 2020. Langkah Andre ikut penggerebekan bersama petugas Polda Sumbar dicaci maki para elit. Dia dianggap melampaui batas, bertindak seolah polisi moral. Menggerebek PSK bukan kerjaan dewan, tapi Pol PP. Tagar #polisikanAndreRosiade menjadi trending di jagat Twitter sebagai respon dari ketidaksukaan orang atas tindakan tersebut.
Andre disebut sebagai politisi, tapi rasa Pol PP. Tindakan dituding mengusik ranah privasi seseorang. Bahkan, Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah menyebut, apa yang dilakukan Andre merupakan cara memalukan dan merendahkan martabat orang. Tapi, Andre Rosiade punya alasan lain dalam tindakannya. Penggerebekan PSK wujud kegelisahan masyarakat yang dia dengar sewaktu ke lapangan. Warga Padang, katanya resah dengan maraknya praktik prostitusi.
Benar, walau banyak mendapat tantangan, bahkan sampai dilaporkan ke partainya, mendapat dukungan dari masyarakat kecil, terutama kaum ibu. Memberantas kemaksiatan, menurut warga, kewajiban semua orang, Andre menunaikan kewajibannya itu. Dia dianggap sedang menjaga kampung halamannya, menjaga generasi muda dari praktik haram. Mantan Wali Kota Padang, Fauzi Bahar bahkan secara terang-terangan mendukung Andre. “Yang ditegakkan Andre itu adalah kebenaran. Memberantas maksiat. Kenapa dia sekarang dilawan?” tutur Fauzi Bahar seperti diberitakan Kompas.com, 6 Februari 2020.
Menaruh Takzim, Menyematkan HarapanSaya menaruh takzim pada Andre Rosiade. Di awal-awal kemunculannya, memang saya menunjukkan ketidaksukaan padanya. Bahkan, pernah suatu kali menyebutnya seperti kacang diabuih ciek. Mencikaraui banyak urusan orang.
Bahkan, dulu saya menempatkan Andre Rosiade sebagai politisi hiruk pikuk, yang lantang bersuara untuk hal-hal bersifat kasuistik. Saya meyakini, dia hanya akan dikenal sepanjang persoalan yang dia ributkan itu ada, lalu tenggelam begitu saja, meski persoalan yang diributkannya menyangkut hajat orang banyak. Itu dulu.
Kedekatan-kedekatan yang dibangun Andre dengan masyarakat kecil, mengubah persepsi saya. Andre sendiri yang membuktikan kalau dia bukan kacang diabuih ciek. Bukan politisi urakan, hiruk pikuk yang bacot nya selangit, tapi minim kerja. Andre membuktikan dia politisi yang mendengar, dan pandai membaca keadaan. Pembuktiannya itulah yang membuat saya sekarang menaruh hormat, dan memosisikan sebagai politisi yang pantas untuk dijaga langkahnya. Andre sekarang kaya gagasan untuk membantu kaum kecil.
Menaruh hormat, tidak berarti saya berhenti mengkritik. Saya tetap mengingatkannya jika saya anggap salah langkah atau terlalu maju. Kritik tidak saya sampaikan di depan publik, di group WhatsApp, atau aplikasi media sosial lainnya. Kritik saya sampaikan langsung. Sering saya mengirim pesan agar Andre tidak terlalu mengurusi hal-hal yang remeh temeh, mengajak elit perang terbuka, atau terlalu keras dalam mengkritik.
Editor : Redaksi