Catatan Bhenz Maharajo: Andre Rosiade, Politisi Dua Wajah

×

Catatan Bhenz Maharajo: Andre Rosiade, Politisi Dua Wajah

Bagikan berita
Catatan Bhenz Maharajo: Andre Rosiade, Politisi Dua Wajah
Catatan Bhenz Maharajo: Andre Rosiade, Politisi Dua Wajah

Posisinya sebagai Jubir inilah yang menjadikan lelaki kelahiran 7 November 1978 banyak berseberangan dengan politisi lainnya. Tak terkecuali di Sumbar. Dalam mengkritik, lelaki yang besar di Tabiang, Padang memang pedas. Menyakitkan, walau banyak benarnya. Andre sering menyebut ada politisi panduto (pendusta) di Ranah Minang, yang ucapannya kadang tidak sesuai dengan laku dan tindakan. Berkata-kata manis, namun tingkahnya jauh panggang dari api. “Dia tak punya rem,” celoteh orang-orang.

Dalam mengkritik, dia tak memandang status sosial seseorang. Pukul rata. Bahasanya sama saja. Dia dianggap tak menghargai. Sejak Pemilu 2019, Andre harus diakui agak berjarak dengan elit yang berseberangan secara garis politik. Kritik pedasnya itulah yang membuat Andre dibenci, bahkan dicap kurang ajar. Memang tak semua elit muak dengan gaya Andre Rosiade, tapi yang tidak menyukainya lebih banyak daripada yang suka.

Walau akhirnya Prabowo – Sandi kalah, namun di Sumbar, suara keduanya telak. Andre menjadi sosok vital kemenangan besar yang diraih Prabowo di Sumbar. Kemenangan Prabowo – Sandi, juga seiring dengan duduknya Andre sebagai anggota DPR RI. Dia terpilih dengan raihan suara terbanyak di dapil I. Tidak hanya itu, Andre Rosiade juga dipercaya Prabowo Subianto untuk menjadi Ketua DPD Partai Gerindra Sumbar menggantikan Nasrul Abit.

Faktor ketokohannya Prabowo harus diakui sedikit banyak berpengaruh dalam langkah Andre. Dia kadang disebut duduk karena “digendong” Prabowo. Suaranya, suara Prabowo, suara partai Gerinda. Dia bagian dari galodo politik.

Segala cap jelek yang disematkan, membuat Andre terpacu membuktikan diri. Membuktikan kalau dia memang layak mewakili Sumatera Barat di legislatif. Dia bukan terpilih hanya karena faktor Prabowo semata, tapi lewat perjuangannya. Lelaki yang merupakan anak pisang orang Luak Nan Bungsu itu mulai bekerja.

Setelah duduk sebagai anggota Komisi VI DPR RI, kritik Andre malah semakin pedas. Dia mengusik kebanyakan elit politik Sumbar yang dianggap berjarak dengan rakyat badarai. Di group-group WhatsApp orang Minang, Andre mencerca banyak politisi tanpa tedeng aling. Kata-katanya tak lagi malereng. Tapi menghujam. Membuat orang yang dikritik, atau barisannya kalimpasiangan. Lalu ramai-ramai menyerang Andre.

Andre membawa gaya baru dalam berpolitik. Berpuluh-puluh tahun, politisi asal Minangkabau dikenal sebagai politisi yang cakap dalam berdiplomasi, tutur bicaranya santun, kalau mengkritik acap tidak langsung, tapi menyindir. Dengan harapan orang yang dikritik tidak sakit hati, tapi bisa mengoreksi dirinya. Andre tidak demikian. Dia menjungkir balikkan anggapan kalau politisi Minangkabau itu cuma mampu menyindir. Dia garang, bersuara lantang. Tidak berupa sindiran, tapi langsung. Kritik yang dilancarkan, kata Andre adalah kritik masyarakat secara umum yang selama ini tak tersampaikan. Dia adalah corong, yang menyuarakan kritik masyarakat tersebut.

Jika kepada elit Andre menampilkan wajah tanpa kompromi, tapi terhadap masyarakat badarai yang jadi konstituennya, Andre berbeda. Andre santun, menaruh hormat pada yang tua, merangkul yang muda, dan mengajari orang yang umurnya di bawah dia. Andre hadir di tengah masyarakat sebagai pemecah kebuntuan. Beratus bantuan ia salurkan, anak-anak tak mampu disekolahkannya dengan biaya pribadi, para jompo dirawatnya lewat orang-orang kepercayaan.

Ketika pandemi Covid melumpuhkan sendi perekonomian, Andre berada di tengah masyarakat. Menyalurkan bantuan kepada yang membutuhkan, membagikan masker yang banyaknya tak terhitung. Rumah-rumah sakit dibekali dengan alat pelindung diri. Jika diuangkan, bantuan Andre bermiliar-miliar. Dia bahkan menyalurkan lebih cepat bantuan daripada pemerintah daerah. Saat pemerintah masih menghitung-hitung anggaran, bantuan Andre sudah tiba.

Itulah kenapa Andre begitu dipuja oleh kalangan marjinal. Masyarakat merasakan benar-benar memiliki wakil rakyat, merasakan punya tempat bergantung dan berlindung. Hal yang selama ini sangat langka. Andre mengubah persepsi publik terhadap anggota DPR atau politisi yang sebelumnya dianggap hanya akan datang ketika masa pemilu. Sosoknya mampu mengembalikan kepercayaan publik pada politisi. Jika banyak orang berpendapat, bantuan-bantuan yang diberikan Andre sarat muatan politik, bagi saya itu biasa saja. Toh, orang politik tentu mengukur setiap langkahnya secara politik pula, sebagaimana pebisnis melangkah dengan hitungan bisnis pula.

Editor : Redaksi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini