Sejarah Cagar Budaya Batu Talempong di Kabupaten Limapuluh Kota

×

Sejarah Cagar Budaya Batu Talempong di Kabupaten Limapuluh Kota

Bagikan berita
Sejarah Cagar Budaya Batu Talempong di Kabupaten Limapuluh Kota (FOTO: BPCB Sumbar)|Batu Bergores, Batu Carano Di Situs Batu Talempong (FOTO: Dok. BPCB Sumbar)|Sejarah Cagar Budaya Batu Talempong di Kabupaten Limapuluh Kota (FOTO: BPCB Sumbar)
Sejarah Cagar Budaya Batu Talempong di Kabupaten Limapuluh Kota (FOTO: BPCB Sumbar)|Batu Bergores, Batu Carano Di Situs Batu Talempong (FOTO: Dok. BPCB Sumbar)|Sejarah Cagar Budaya Batu Talempong di Kabupaten Limapuluh Kota (FOTO: BPCB Sumbar)

[caption id="attachment_22442" align="aligncenter" width="600"]Sejarah Cagar Budaya Batu Talempong di Kabupaten Limapuluh Kota (FOTO: BPCB Sumbar) Sejarah Cagar Budaya Batu Talempong di Kabupaten Limapuluh Kota (FOTO: BPCB Sumbar)[/caption]

Batu Talempong ini di jumpai dalam satu bangunan di halaman Balai Adat Nagari Talang Anau , sebanyaknya 6 (enam) buah batu yang tersusun rapi berjajar di atas bantalan yang terbuat dari bambu.

Warna batu talempong itu hitam memudar, seperti halnya logam yang akan dipukul akan menimbulkan bunyi nyaring seperti nada alat musik tradisional Minangkabau yang terbuat dari logam yaitu Talempong.

Lempengan batu yang berada di Talang Anau ini telah disusun sesuai dengan tangga nada yang dikeluarkan oleh masing-masing lempengan batu tersebut sehingga bisa dimainkan mengikuti irama lagu tradisional Minangkabau.

Pada dasarnya Batu Talempong adalah batu menhir yang disusun berjajar diatas dua buah bambu.

Di bawah susunan batu ini terdapat rongga berbentuk lubang persegi panjang dengan ukuran panjang 250cm, lebar 80 cm dan kedalaman 50 cm.

Fungsi batu talempong ini selain sebagai alat musik pada acara, juga untuk memanggil masyarakat seperti kentongan dari bambu.

Batu Talempong merupakan susunan batu yang jika dipukul akan menimbulkan bunyi seperti halnya bunyi talempong.

Menurut juru pelihara situs ini, awalnya batu talempong ini urutan letaknya dari batu yang berukuran besar ke ukuran kecil.

Pada tahun 1980-an oleh mahasiswa Akademi Seni Kerawitan Indonesia sekarang Sekolah Tinggi Seni Indonesia, susunan batu ini dirubah sedemikian rupa sehingga menimbulkan susunan nada yang berirama teratur.

Editor : Redaksi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini