Sebelum kejadian itu, harimau ini juga sudah sering masuk kampung. Bahkan, sudah empat bulan harimau ini kerap menampakkan diri. Terhitung sejak Desember 2017 lalu. Artinya, harimau masuk kampung, sebelum tewasnya Jumiati, yang merupakan karyawan PT THIP.
Jumiati tewas pada awal Januari 2018, di kawasan perkebunan sawit perusahaan itu. Jarak tewasnya Jumiati dengan dengan Yusri, sekitar 20 kilometer. Dia diterkam saat dia bersama dua temannya bekerja di kebun itu. Beruntung dua temannya selamat.
Di Dusun Sinar Danau ini, berdiri sebuah bangunan sekolah. Jaraknya antara pemukiman dengan bangunan itu, sekitar 200 meter. Untuk ke sana, siswa harus berjalan kaki, dan meniti sebuah jembatan papan. Memang kawasan itu pada umumnya digenangi air.
Sekolah ini adalah kelas jauh SD 010 Desa Tanjung Simpang. Hanya ada empat kelas di sekolah itu. Mulai dari kelas I sampai kelas IV. Siswanya sedikit. Totalnya ada sebanyak 34 siswa.
Biasanya, sekolah ini rutin dengan aktivitas belajar mengajar. Hari-hari siswa, dihabiskan di sana. Konsentrasi menimba ilmu. Tapi kini, bangunan sekolah tak dipakai lagi. Semua siswa takut ke tempat mereka biasa menimba ilmu.
Wajar saja, ancaman harimau terus menghantui warga kampung itu. Bisa saja, para siswa ini menjadi korban keganasan si raja rimba. “Kita putuskan untuk menghentikan aktivitas belajar mengajar di sekolah itu. Daripada anak-anak kita di sini yang jadi korban,” kata Rayo, Ketua RT Danau.Aktivitas di sekolah itu, sudah dihentikan sejak 11 Maret lalu. Bertepatan sehari setelah Yusri tewas diterkam di dusun tersebut. Para orangtua murid di kampung itu, tak berani membiarkan anaknya berjalan ke sekolah. Walaupun jaraknya dekat.
Tapi para orangtua tetap ingin anaknya belajar. Rayo selaku pemimpin di kampung itu, memutuskan untuk mengadakan aktivitas belajar mengajar di rumahnya. “Sekarang siswa belajar di rumah ini,” ujar Rayo memperlihatkan rumahnya.
Ruang tamu di rumahnya dijadikan kelas. Luasnya sekitar 36 meter persegi. Berlantai papan yang dialas tikar plastik. Tak ada bangku dan meja siswa. Hanya duduk di lantai. Kalaupun ada kursi dan meja, itu hanya untuk guru. “Mau bagaimana lagi, daripada tak sekolah anak kita, biarlah di sini belajar mereka,” ujar Rayo.
Namun sampai kapan 34 siswa itu belajar di satu ruangan, walaupun beda tingkatan kelas. “Sampai benar-benar aman lah. Sampai harimau itu tertangkap. Kalau belum juga, tak akan berani kita biarkan anak-anak ke bangunan itu (sekolah, red),” ujarnya.
Editor : Redaksi