"Larangan pergaulan dan perkawinan sesuku tersebut bagi masyarakat Minangkabau akhirnya wajib karena masyarakat Minangkabau memandang bahwa hubungan sasuku merupakan hubungan satu keluarga sehingga hubungan pergaulan atau pernikahan yang masih dalam kategori sasuku dianggap terdapat pelanggaran adat," katanya.
Maka dari itu, kata Prof Damsara, pergaulan dan pernikahan sasuku menjadi penting disikapi oleh para penghulu atau ninik mamak. Ketika ada pelanggaran yang dilakukan oleh kemenakan maka sanksi adat akan diberlakukan terhadap mempelai tersebut.
Prof Damsar menambahkan, jika dilihat pergaulan dan perkawinan sasuku ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya lama merantau ada pasangan sama-sama merantau di dalam perantauan mereka bertemu hingga menikah. Di dalam pernikahan tersebut tanpa mengetahui asal usul suku ninik moyang dulu di Minangkabau atau tanpa melibatkan mamak dalam proses pernikahan atau perkawinan tersebut.
"Sehingga ketika pulang ke kampung atau ke Minang baru disadari bahwa mereka sasuku. Lalu dipisahkan dan diberi sanksi oleh penghulu atau ninik mamak," katanya.
Ada perkawinan sasuku akibat pergaulan bebas tanpa nilai kewajaran, seperti filosofi Minang menjelaskan akibat "Abih gali dek galitik, abih miang dek bagesoh". Artinya tidak ada batas norma agama antara laki-laki dan perempuan sehingga terjadilah perkawinan karena kurangnya pemahaman adat atau tidak bisa dipisahkan hubungan tersebut akhirnya mereka kawin atau nikah lari ke rantau.Di dalam adat Minangkabau, perkawinan sasuku sangat dilarang jika dilanggar pasangan tersebut akan mendapat sanksi adat, yaitu dan dibuang jauh "disangai indak batapi, digantung indak batali". Artinya, mereka akan diusir dari kampung oleh suku atau adab tersebut salah satu dari pasangan mengganti suku atau pindah suku.
Karena begitu ketegasan sanksi adat dari hukum pernikahan sesuku di Minangkabau. (*)
Editor : TisyaSumber : YouTube Anak Mandeh Channel