HALONUSA.COM - Mitos atau fakta pantangan kawin sasuku di Minangkabau? Di tengah derasnya era globalisasi telah merontokkan nilai-nilai adat budaya remaja Minangkabau.
Fenomena kehidupan laki-laki dan perempuan yang sekarang telah terjebak dalam kehidupan bebas tanpa batas antara bujang dan gadis pada akhirnya mereka melanggar pantangan jo larangan adat.
Kondisi sangat parah, remaja Minang melakukan pergaulan bebas di atas toleransi. Mereka tidak tahu lagi dengan prinsip minangka sawah dan bapamatang.
Mereka tidak tahu dengan kondisi "tapi aia dengan tapi lawuik" sehingga banyaknya catatan menyimpang yang terjadi akibat pergaulan bebas tersebut, seperti hamil diluar nikah, pemerkosaan, seks bebas, dan
lain-lain.
Pergaulan bebas yang terjadi di kalangan anak remaja Minangkabau tersebut berakibat maraknya terjadi kawin sasuku atau nikah satu suku.
Kawin sasuku yang dimaksud ini adalah suatu hubungan pergaulan atau perkawinan yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan Minangkabau yang masih hubungan satu suku.Misalnya saja, si Bujang Amir nikah dengan si Upik Marin yang sama-sama bersuku Chaniago atau satu penghulu ataupun beda penghulu.
Atau secara akademis, menurut Prof Damsar, jika orang dilarang kawin sasuku disebut dengan larangan Eksogami Marga. Sedangkan di Minangkabau menurut garis keturunan Ibu maka disebut larangan Eksogamis materi lokal.
"Sehingga nikah sasuku bukan konteks perkawinan halal dan haram tapi perkawinan yang dibangun atas dasar raso jo pareso dan sumpah atau kesepakatan dalam aturan baku para nenek moyang," katanya dilansir Halonusa.com melalui kanal YouTube Anak Mandeh Channel pada Jumat, 25 Agustus 2023.
Prof Damsar menjelaskan, dalam hukum Warih nan bajawek yang dijalankan dan dituai oleh penghulu atau ninik mamak sekarang.
Editor : TisyaSumber : YouTube Anak Mandeh Channel