Kato Nan Ampek istilahnya juga biasa dikenal dengan langgam kata dalam bahasa Minangkabau disebut langgam kato , ialah semacam tata krama berbicara sehari hari antara sesama mereka , sesuai dengan status sosial mereka masing masing.
Dengan adanya tata krama berbicara itu tidak berarti ada bahasa bangsawan, disamping ada bahasa rakyat . Tata krama itu dipakai semua orang. Sedangkan perbedaan pemakaiannya ditentukan siapa lawan berbicara. (Navis, A.A, 1986:101).
Kato Nan Ampek ini meliputi cara berbicara terhadap orang lebih tua, yang lebih kecil hingga teman sebaya, terbagi atas dasar komunikan yang terdiri dari Kato Mandaki, Kato Manurun, Kato Mandata, dan Kato Malereang.
Kato Nan Ampek Dalam Istilah Miangkabau
1. Kato Mandaki
Kato mandaki adalah bahasa yang digunakan untuk lawan bicara yang lebih dewasa atau orang yang dihormati, seperti orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua, murid kepada guru, dan bawahan kepada atasan.Pemakaian tata bahasanya lebih rapi, ungkapannya jelas, dan penggunaan kata ganti orang pertama, kedua, dan ketiga bersifat khusus, ambo untuk orang pertama, panggilan kehormatan untuk orang yang lebih tua: mamak, inyiak, uda, tuan, etek, amai, atau uni serta baliau untuk orang ketiga.
Anjalai Pamaga Koto, Tumbuah Sarumpun Jo Ligundi, Kalau Pandai Bakato Kato, Umpamo Santan Jo Tangguli, artinya seseorang yang pandai menyampaikan sesuatu dengan perkataan yang baik, akan enak didengar dan menarik orang yang dihadapi.
Jadi beruntung lah mereka yang selalu hidup menghargai dan bersikap santun kepada orang lain .2. Kato Malereng
Kato malereang merupakan bahasa yang digunakan untuk lawan bicara yang disegani dan dihormati secara adat dan budaya.Umpamanya orang yang mempunyai hubungan kekerabatan karena perkawinan, misalnya, ipar, besan, mertua, dan menantu, atau antara orang-orang yang jabatannya dihormati seperti penghulu, ulama, dan guru.
Pemakaian tatabahasanya rapi, tetapi lebih banyak menggunakan peribahasa, seperti perumpaan, kiasan atau sindiran.
Editor : Redaksi