2 Tangkapan Polisi di Sumbar Meninggal dalam Sepekan, Ini Daftarnya

×

2 Tangkapan Polisi di Sumbar Meninggal dalam Sepekan, Ini Daftarnya

Bagikan berita
Ilustrasi borgol. (Foto: Dok. Pixabay)
Ilustrasi borgol. (Foto: Dok. Pixabay)
Ahmad mengatakan, pelaku ditangkap pada Senin (14/3/2022) malam di saat mendapatkan informasi pelaku akan melakukan transaksi narkoba dengan seorang perempuan. “Pada saat kami tangkap, pelaku ini sempat membuang barang bukti dan melawan petugas,” kata Ahmad. Baca juga: Tangkapan Meninggal Terjadi Lagi di Sumbar, Polisi Klaim Pelaku Diamuk Massa Saat berhasil diamankan dan menggeledah kediamannya, Yasri Alias Peter masih berusaha melarikan diri hingga dirinya menghantam benda keras yang berada di dekatnya. “Akibatnya telinga sebelah kanan (Yasri) robek dan berdarah,” katanya. Saat itu, petugas kembali mengamankan Yasri, namun tak dinyana, masyarakat melakukan pemukulan terhadap dirinya hingga tak bisa berdiri. “Pada malam harinya saat kami bawa ke kantor, dia masih dalam keadaan sadar dan diperiksa kesehatannya di klinik Polres,” katanya. Sehari pasca ditangkap, kata Ahmad Ramadhan, kondisi kesehatan Yasri memburuk dan dilarikan ke RSUD Parit Malintang. “Namun pada pagi tadi sekitar pukul 05.37 WIB, Yasri dinyatakan meninggal dunia,” tuturnya. Tak Bisa Sembarangan

Aparat penegak hukum tak bisa melakukan tindakan sembarangan dalam melakukan penangkapan pelaku kejahatan.

Pasalnya, aturan penangkapan seorang terduga pelaku kejahatan sudah dijelaskan di dalam hukum internasional hingga Peraturan Kapolri (Perkap).

“Hak atas peradilan yang adil, khususnya hak untuk tidak disiksa sesungguhnya telah diatur dan dijamin oleh banyak regulasi di Indonesia,” kata Penanggung jawab isu Fair Trial Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Adrizal.

Dalam pasal 28 Undang-undang Dasar (UUD) tahun 1945 disebutkan bahwa: “Setiap orang berhak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”.

Kemudian, Pasal 4 UU nomor 39 tahun 1999 menyebutkan bahwa: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran, dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak atas tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun“.

Tak sampai di sana, konteks penyiksaan juga diatur oleh UU nomor 5 tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Tortureand Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia).

Kemudian, UU nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik) juga secara tegas mengatur bahwa tidak seorang pun boleh dikenai siksaan.

Baca juga: Satake Bayu: Kasat Reskrim Polres Agam Pasti Diperiksa Pasca Kematian Pelaku Eksploitasi Anak

Bahkan, Polri sendiri selaku institusi penegak hukum terdepan di Indonesia juga sudah mengeluarkan aturan serupa dalam Perkap nomor 8 tahun 2009 tentang implementasi prinsip dan standar HAM dalam penyelenggaran tugas Polri.

Perkap tersebut secara tegas menempatkan hak untuk tidak disiksa sebagai bagian dari HAM yang tidak dapat dikurangi oleh siapapun dan dalam keadaan apapun (non-derogable rights). (*)

Editor : Redaksi
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini