Jalur tersebut apabila dilalui tidak kondusif dan memakan waktu lama.
Dalam keadaan perang, jalur laut tersebut tidaklah aman, maka Jepang memutuskan untuk membuka jalur kereta api dari Muaro hingga Pekanbaru yang melintasi Logas, Kota Baru, Taratak Buluah hingga Provinsi Riau, walaupun harus membuka hutan belantara.
Pada zaman Hindia Belanda pernah direncanakan pembangunan rel kereta api ini, sebagai bagian dari jalur sebelumnya yang telah dibangun.
Jalur kereta api yang sudah dikerjakan Belanda antara Padang, Padang Panjang, Solok, Sawahlunto hingga Muaro Sijunjung.
[caption id="attachment_20283" align="aligncenter" width="600"] Sejarah Cagar Budaya Lokomotif Uap Durian Gadang di Kabupaten Sijunjung (FOTO: BPCB Sumbar)[/caption]
Jalur ini memjadi akses penting bagi pengiriman batubara dari Sawahlunto/Sijunjung, namun belum sempat jalur selanjutnya dikerjakan, Jepang masuk dan menguasai Indonesia termasuk Negara lainnya di Asia Timur Raya. Untuk pembangunan rel kereta api tersebut Jepang mempekerjakan ribuan orang pribumi yang sebagian besar tawanan perang.Mereka dipaksa bekerja tanpa ada rasa kemanusiaan dan dikenal dengan sebutan Romusa (pekerja paksa).
Deskripsi Arkeologis
Lokomotif Uap tersebut mempunyai panjang 7,56 m, lebar 2,60 m, dan tinggi 3,03 m.
Ditemukan oleh masyarakat Silukah pada tahun 1980 saat pembuatan jalan darat dari Silokek ke Durian Gadang dan terus ke Tapus.
Editor : Redaksi