Keberadaan HIS ini, tidak terlepas dari perkembangan pendidikan di zaman kolonial Belanda dan diberlakukannya “Politik Etis” di Indonesia.
Secara umum politik etis ini juga disebutkan sebagai “balas budi” dari kolonial Belanda kepada daerah jajahan terkait berbagai perlakukan terhadap daerah jajahannya.
Pengaruh politik etis dalam bidang pengajaran dan pendidikan sangat berperan sekali dalam pengembangan dan perluasan dunia pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda.
Salah seorang dari kelompok etis yang sangat berjasa dalam bidang ini adalah Mr. J.H. Abendanon (1852-1925) yang Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-1905).
Sejak tahun 1900 inilah berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang hampir merata di daerah-daerah.
HIS ini diperuntukan bagi warga pribumi. Secara umum dasar didirikannya HIS adalah keinginan yang kuat dari rakyat Indonesia sendiri untuk mendapatkan pendidikan ala Barat.
Hal itu merupakan akibat dari perubahan kondisi sosial ekonomi di kawasan Timur Jauh yang telah diperkenalkan pada masa Politik Etis yang diberlakukan kepada Indonesia. Selain itu juga diorong oleh organisasi-organisasi yang telah berdiri diIndonesia pada waktu itu, seperti Budi Utomo dan Sarekat Islam. Apalagi dengan didirikannya sekolah untuk orang-orang Cina di Indonesia yaitu Hollands Chinese School (HCS).
Kurikulum yang dipakai HIS adalah sesuai yang tercantum dalam Statuta 1914 No. 764, yaitu meliputi semua pelajaran ELS (Europese Lagere School). Di HIS diajarkan membaca dan menulis bahasa daerah dalam aksara Latin dan Melayu dalam tulisan Arab dan Latin.
Namun disini, yang lebih ditekankan adalah pelajaran bahasa Belanda yang sampai memakan waktu lebih dari enampuluh enam persen dari waktu belajar.
Editor : Redaksi