Informasi dari timnya, perkembangan terbaru saat ini, larangan display rokok di sekitaran sekolah sudah pada tahap pengusulan dalam perda kota medan.
Dilanjutkan Tim UIN Ar-Raniry Banda Aceh (Mira Maisura, Msc) memaparkan mengenai Cigarette Prevention Education for Children and Youth Through Social Media Influencers.
Dalam paparannya, Mira menjelaskan bahwa masyarakat memiliki ketertarikan terhadap iklan produk tembakau apapun (karena disajikan dengan cara yang unik dan genre iklan yang tidak monoton), perokok aktif percaya bahwa iklan tidak akan mengubah cara pandang mereka terhadap produk tembakau yang mereka gunakan (termasuk faktor potongan harga), masyarakat memiliki pengetahuan yang cukup tentang bahaya rokok tetapi itu tidak berarti bahwa orang akan menghindari produk sepenuhnya.
Menurut timnya, masyarakat terbagi menjadi 3 kategori; menghindari sama sekali, menunjukkan dengan gerakan khusus saat diekspos, dan tidak memiliki masalah diekspos dengan kemungkinan mencoba rokok.
Terakhir, Tim Universitas Gadjah Mada (Ketua: Renie Cuyno Mellen, SKM., MPH) memaparkan tentang Exposure to Tobacco Advertising, Promoting, and Sponsorship (TAPS) on Social Media and its Effect on Smoking Intention and Behavior.
Hasil penelitiannya menyatakan bahwa terdapat beberapa fenomena iklan di media sosial, diantaranya adalah konten unggahan user-generated yang menjadi iklan gratis, unggahan dari kawan atau selebriti terkenal menjadi konten yang lebih dipercaya, tren perokok wanita dengan narasi “emasipasi”, serta maraknya smoking selfie; the evangelist; endorsing, dan review rokok di media sosial.
Berkaitan dengan hal temuan tersebut, peraturan TAPS di media sosial sudah ada pada PP 109/2012 namun perlu lebih dijelaskan terkait implementasinya. Redifinisi TAPS juga perlu dilakukan mengingat adanya pergeseran belanja iklan rokok dari media konvensional menjadi ke digital (media sosial).Para pembahas dalam sesi ini, Sakri (Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI) dan Jamal (Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan RI) sepakat bahwa ke depan ia akan berhadapan dengan industri digital yang sangat berkembang pesat sehingga akses teknologi untuk melakukan blocking terhadap iklan rokok perlu dikembangkan.
Menurut Sakri hal yang paling sulit dilakukan pada iklan di media sosial adalah menemukan iklan yg terselubung.
Oleh karena itu, masyarakat juga harus kompak melakukan edukasi besar-besaran untuk kritis melawan iklan industri di media sosial. (*)
Editor : Redaksi