Sejak itu, Marco Kartodikromo telah melakukan kontak dekat dengan Surkati untuk melakukan pembicaraan.
Kala banyak pejuang kemerdekaan menjadi "Boeangan" bagi Tanah Merah di Boven Digoel. Syekh Ahmad Surkati mengumpulkan sumbangan warga Al-Irsyad untuk menghidup keluarga mereka.
Ia menerima data keluarga dari Mas Marco Kartodikromo, yang juga ditangkap sebagai "penelan" dan meninggal di pengasingan pada tahun 1932.
Menanggapi pertanyaan dan permintaan dari HOS Tjokroaminoto, kepala surat kabar Oetoesan-India, Syekh Ahmad Surkati menyusun fatwa dalam risalah Surat al-Jawab pada tahun 1915 banyak dalam kafa 'ah.
Fatwa Syaikh Ahmad Surkati tentang Kafa'ah muncul karena latarbelakang keadaan sekelompok orang di Indonesia abad ke-20. Mereka yang berada dalam masyarakat yang merasa dirinya adalah keturunan yang paling mulia dan membenci mereka yang bukan golongannya.
Mereka telah mempertahankan hak istimewa yang telah mereka nikmati selama berabad-abad dari generasi ke generasi. Hak-hak khusus tersebut termasuk hukum Kafaah, yaitu peraturan perkawinan yang melarang seorang laki-laki menikahi perempuan yang bukan golongannya.
Peristiwa yang terjadi di kota Solo ini kemudian terkenal dengan Fatwa Solo, karena fatwa tersebut merupakan pengawas lembaga Jamiatul Khair, hingga mendapat undangan ke Hindia Belanda pada bulan Oktober 1911Menurut hukum Islam tentang Kafaah, dia tidak bisa menghindari keretakan antara Syekh Ahmad Surkati sebagai ikon reformis Islam dan para pemimpin konservatif Jamiatul Khair.
Sheikh Ahmad Surkati Jamiat Khair hanya bertahan tiga tahun sejak kejadian itu. Pada tahun 1914 ia memutuskan untuk keluar dari lembaga yang meminta uang pesangon.
Selanjutnya para guru-guru lain dengan kecenderungan Islam reformis. Atas dorongan pengikutnya, ia akhirnya memutuskan untuk membuka sekolahnya sendiri dan menamainya Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah.
Editor : Redaksi