Berdasarkan keterangan Nasril (Juru Pelihara dan keturunan Syekh Sihalahan), surau ini didirikan oleh Syekh Sihalahan sekitar tahun 1880-an. Salah satu ciri khas dari surau ini adalah memiliki atap seperti Rumah Tradisional Minangkabau (beratap gonjong).
Berdasarkan keterangan narasumber, secara umum bangunan masih dipertahankan keasliannya. Namun pada beberapa bagian komponen bangunan sudah mengalami perubahan. Dahulunya surau ini beratap ijuk dengan dinding yang terbuat dari “sasak” (anyaman bambu).
Setelah beliau wafat (setelah tahun 1917) dinding ini kemudian diplester dengan semen. Adapun pada bagian lantai dan loteng di diganti pada tahun 1997 oleh BP3 Batusangkar. Pada bagian tiang dalam masjid (asli) sudah dilapisi oleh ahli waris dengan papan guna perkuatan dan pencegahan terhadap rayap.
Deskripsi Arkeologis
Surau Latiah terbuat dari bahan kayu (bambu) yang dikombinasikan dengan plester (pasir dan semen). Bagian atap berbentuk gonjong dengan bahan terbuat dari seng, dan kerangkanya terbuat dari kayu dan bambu.
Bagian tubuh dari Surau Latiah terdiri dari tiang-tiang yang menjadi penopang dari bangunan surau, dan beberapa bukaan. Tiang-tiang yang terdapat di dalam bangunan utama berjumlah 12 buah tiang.
Bukaan - bukaan antara lain berupa pintu dan jendela, pintu utama berada di sisi utara. Sisi selatan terdapat 3 buah jendela, di sisi barat terdapat enam buah bukaan berupa jendela, dan di sisi timur terdapat lima buah jendela dan sebuah pintu masuk.Pada sisi timur dari ruang utama Surau Latiah terdapat empat buah kamar yang pintunya tidak penuh hingga ke bagian bawah, dan sebuah ruangan dengan pintu penuh hingga ke bagian bawah. Bagian lantai terbuat dari kayu, dan pernah diganti pada tahun 1997 yang dilakukan oleh BP3 Batusangkar.
Fungsi
Fungsi lama dan sekarang adalah tempat ibadah agama Islam.
Editor : Redaksi