Menariknya, Jam Gadang dibangun tanpa menggunakan besi penyangga atau adukan semen, melainkan hanya campuran kapur, putih telur, dan pasir putih.
Biaya Pembangunan dan Makna Historis
Total biaya pembangunan menara jam ini mencapai 3.000 gulden, yang setara lebih dari Rp 25 juta saat ini.
Dengan biaya yang fantastis, tidak heran jika Jam Gadang telah menjadi pusat perhatian sejak pertama kali dibangun.
Jam Gadang juga dijadikan penanda atau titik nol Kota Bukittinggi.
Perubahan Atap
Sejak didirikan, Jam Gadang telah mengalami tiga kali perubahan pada bagian atapnya.
Awalnya, atap Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur.
Pada masa pendudukan Jepang, atapnya diubah menjadi bentuk pagoda. Setelah kemerdekaan Indonesia, atapnya diubah kembali menjadi bentuk gonjong atau atap rumah adat Minangkabau, Rumah Gadang.Perubahan terakhir dilakukan pada tahun 2010 oleh Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dengan dukungan Pemerintah Kota Bukittinggi dan Kedutaan Besar Belanda di Jakarta. (*)
Editor : Heru C