Oleh : Jacky Alvi Yendi
Pesatnya perkembangan teknologi pada masa sekarang mengakibatkan kurangnya ketertarikan dan perhatian generasi muda pada adat, seni dan budaya minangkabau.
Hal ini menjadi sebuah dinamika yang menarik perhatian para ninik mamak pemangku adat di Kabupaten Padang Pariaman.
Keprihatianan seorang ninik mamak pemangku adat bersama dengan timnya dalam menyikapi dinamika ini tatanan adat, seni, dan budaya minangkabau masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang.
Kita harus merangkul kembali anak, cucu, keponakan dan kerabat kita untuk kembali peduli dengan adat, seni, dan budaya minangkabau.
Mengingat hal ini, beliau merasa perlu adanya sebuah perkumpulan anak keponakan sebagai “pambayia utang mamak-mamak nan ado di LKAAM” (membayar hutang mamak-mamak yang ada di LKAAM) yang merasa peduli tentang adat, seni dan budaya leluhurnya orang minangkabau.Dimana, Perkumpulan anak keponakan tersebut yang akan merangkul kembali para generasi milenial dengan perkumpulan generasi muda yang Role Model.
Lahirnya pemikiran ini terjadi pada tahun 2004 silam. Sedangkan yang memiliki tugas dan memikirkan tentang kelansungan adat, seni dan budaya ini secara organisasi terletak pada LKAAM (Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau) kabupaten Padang Pariaman.
Menurut Pokok-Pokok Pikiran beliau, LKAAM Itu adalah “rajo balayia sabiduak” (Raja Berlayar satu kapal) tentu sulit membagi posisi masing-masing di atas kapal “kok boco biduak sia nan kamanimbo aia, kok patah tiang layie sia nan ka mangabek, kok lungga tali cadiak sia nan ka mampaarek” (kalau kapalnya bocor siapa yang akan menguras air, kalau patah tiang layar siapa yang akan mengikat, kalau longgar tali cadik siapa yang akan memperkuat) karena di yang berada di atas kapal raja semua.
Maka dari itu para ninik mamak pemangku adat dibantu oleh LKAAM Kab.Padang pariaman mendirikan sebuah organisasi Generasi Muda Peduli Adat Alam Minangkabau (GEMPAMA) dalam menggali, mengkaji dan melestarikan adat, seni, dan budaya minangkabau.
Editor : Redaksi