HALONUSA -Festival Tabuik merupakan salah satu tradisi tahunan yang kental di dalam budaya masyarakat Pariaman.
Merayakan peringatan wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, Hussein bin Ali pada tanggal 10 Muharam, festival ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas kultural Kota Pariaman sejak abad ke-19 Masehi.
Tabuik berasal dari bahasa Arab 'tabut', yang berarti peti kayu. Nama ini merujuk pada legenda tentang buraq, makhluk berwujud kuda bersayap dan berkepala manusia, yang konon membawa tabut berisi potongan jenazah Hussein diterbangkan ke langit setelah kematiannya dalam Perang di Padang Karbala.
Tradisi ini diperkirakan mulai muncul di Pariaman sekitar tahun 1826-1828 Masehi, dibawa oleh masyarakat keturunan India yang menganut Syiah dan membawa pengaruh Timur Tengah.
Pada tahun 1910, terjadi kesepakatan antar nagari untuk mengintegrasikan perayaan Tabuik dengan adat istiadat Minangkabau, menghasilkan bentuk seperti yang kita kenal sekarang.
Festival Tabuik terbagi menjadi dua jenis, yaitu Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang, masing-masing berasal dari wilayah berbeda di Kota Pariaman.Tabuik Pasa berada di sisi selatan sungai yang membelah kota, sementara Tabuik Subarang terletak di seberang sungai atau Kampung Jawa.
Awalnya, hanya ada satu Tabuik Pasa. Namun, sekitar tahun 1915, atas permintaan masyarakat, Tabuik Subarang dibuat.
Ritual ini telah menjadi bagian dari kalender pariwisata Kabupaten Padang Pariaman sejak tahun 1982, mengalami penyesuaian waktu pelaksanaan acara puncak dari tahun ke tahun.
Rangkaian tradisi Tabuik di Pariaman melibatkan tujuh tahapan ritual, dimulai dari mengambil tanah pada 1 Muharam, hingga membuang Tabuik ke laut sebagai ritual penutup.
Editor : Heru C