"Kami berhasil menyelamatkan tiga orang, tapi dua tewas," kenang Aktemur.
"Setelah gempa kedua, saya tidak bisa pergi kemana-mana. Saya pikir mereka akan membutuhkan bantuan saya lagi." sambungnya.
Guncangan kedua terjadi tepat ketika para penyintas mulai berjalan kembali ke apartemen untuk mengambil barang-barang yang dapat membantu mereka bertahan di malam yang dingin.
Guncangan tanpa henti membuat bangunan yang rusak runtuh di Diyarbakir dan kota-kota terdekat seperti Kahramanmaras.
"Karena saya tinggal di zona gempa, saya terbiasa terguncang," kata jurnalis Melisa Salman yang tinggal di Kahramanmaras.
"Tapi itu pertama kalinya kami mengalami hal seperti itu, kami pikir itu adalah kiamat." sambungya.
Korban gempa Turki lainnya, Erdal Bay menuturkan hal serupa. Ia masih tidur, bergelung dengan selimut hangat saat gempa bumi mengguncang dengan hebat."Saya pikir garis antara hidup dan mati sudah tipis sekarang, dan semuanya akan berakhir. Saya memikirkan keselamatan keluarga saya," kata Bay, seorang profesor di Universitas Gaziantep.
Ia telah menetap di Gaziantep selama belasan tahu. Bay mengatakan segera meninggalkan rumah saat gempa terjadi. Bangunan rumahnya tidak rusak, namun perabotan terguncang dan berserakan akibat gempa Turki.
Dia ingat keluar dari gedungnya dan melihat semua orang ketakutan dan ketakutan.
Editor : Redaksi