HALONUSA - Masa kepemimpinan Stefano Pioli yang penuh kontroversi di AC Milan akhirnya berakhir. Setelah menjalani periode yang penuh dengan pujian dan kritik, Pioli meninggalkan klub dengan kepala tegak dan membawa kenangan manis dari Scudetto ke-19 Milan.
Hari-hari menjelang kepergiannya tampak seperti saat kedatangannya, suara-suara keras dan berisik dari tribun dan media sosial yang menuntut agar dia pergi. #PioliOut menjadi tren saat dia pertama kali menandatangani kontrak dengan klub dan terus bergema hingga saat ia mengucapkan selamat tinggal.
Penentangan keras terhadap pelatih baru tidak hanya terjadi saat Pioli diangkat. Sentimen ini juga muncul ketika Julen Lopetegui disebut-sebut sebagai kandidat favorit, dan masih tetap kuat dengan pelatih Portugal lain yang diperkirakan akan mengambil alih Milan. Nama pelatih tersebut adalah Paulo Fonseca.
Penolakan besar-besaran muncul dari pandangan bahwa Fonseca tidak dianggap sebagai peningkatan dari Pioli.
Sekilas, statistik memang mendukung pandangan ini. Persentase kemenangan Pioli di Milan berkisar di angka 55%. Rekor Fonseca di Lille (50%) dan Roma (52%) hampir sama, tetapi perlu dilihat dalam konteks yang lebih luas.
Pioli telah berada di Milan selama lima tahun, di mana tim tersebut bertransformasi dari tim papan tengah menjadi juara liga. Tim Fonseca di Roma dan Lille secara objektif lebih lemah dengan ekspektasi yang lebih rendah.Fonseca mengambil alih Lille pada musim 2022-23 setelah musim yang buruk bagi klub Prancis tersebut.
Tim tersebut finis di posisi ke-10 hanya setahun setelah memenangkan gelar liga. Sembilan dari tiga belas pemain yang paling sering dimainkan dari tim juara tersebut sudah tidak ada lagi di klub.
Fonseca diberi tugas untuk mengembangkan bakat-bakat muda sementara manajemen meraup keuntungan besar dari penjualan pemain dan hanya menghabiskan sebagian kecil untuk pembelian.
Ia memimpin Lille finis di posisi ke-5 musim lalu dan meningkatkannya dengan finis di posisi ke-4 di Ligue 1 tahun ini. (*)
Editor : Heru C