Oleh karena itu, perlu adanya upaya yang tepat untuk mengatasi permasalahan ini. Terlebih, Pilkada tahun 2024 akan dilakukan pada tahun ini, sehingga perlu adanya kebijakan untuk mencegah terjadinya perusakan lingkungan akibat dari pesta demokrasi.
Jika dianalisis secara komprehensif, pemasangan baliho dengan cara memaku pohon merupakan suatu kegiatan yang melanggar hak-hak lingkungan hidup. Ketentuan perlindungan pohon/tanaman diatur dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dalam Pasal 3 Undang-Undang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya menjelaskan bahwa konservasi SDA merupakan suatu usaha dalam mewujudkan kelestarian alam dan keseimbangan ekosistemnya guna mendukung kesejahteraan masyarakat dan peningkatan mutu hidupnya.
Lebih lanjut undang-undang tersebut juga mengatur tentang subjek yang bertanggung jawab dalam upaya konservasi SDA. Pasal 4 Undang-Undang Konservasi SDA Hayati dan Ekosistemnya menegaskan bahwa yang bertanggung jawab atas pemeliharaan lingkungan adalah masyarakat dan pemerintah.
Selain itu, pengaturan pemasangan APK sejatinya juga telah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 11 Tahun 2020 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Pasal 30 ayat (9) yang menjelaskan tentang larangan lokasi tempat pemasangan APK.
Substansi Pasal 30 ayat (9) mengatur beberapa tempat yang dilarang untuk pemasangan APK diantaranya tempat ibadah termasuk halaman, rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan, gedung milik pemerintah, dan lembaga pendidikan.
Pada ketentuan Pasal 30 ayat (9) tersebut tidak spesifik memberikan ketentuan tentang larangan pemasangan APK Pilkada yang ditempatkan pada pohon dengan cara memaku APK pada batang pohon.Kendatipun tidak diatur secara tegas dalam peraturan berkaitan dengan ketentuan pemasangan APK namun bukan berarti peserta pemilu boleh menempel dan memaku pepohonan sekehendak hatinya.
Pemasangan APK di pepohonan merupakan tindakan yang tidak ramah lingkungan bahkan perilaku yang demikian adalah prilaku merusak kelestarian. Tidak ada alasan yang dapat dibenarkan terkait tindakan pemasangan APK di pohon. Jangan sampai hanya untuk kepuasan eksistensi dan tujuan kemenangan, pemasangan APK di pohon dianggap sebagai tindakan yang normal dan wajar.
Ketidaktegasan regulasi dan sanksi bagi setiap pelanggar penempatan APK mesti menjadi perhatian dan evaluasi dalam penyusunan regulasi yang mengatur terkait pemasangan APK. Hal ini menjadi penting mengingat pelaksanaan Pilkada serentak di Indonesia tinggal menghitung waktu yakni pada 27 November 2024.
Oleh karena itu untuk menghadapi Pilkada serentak mendatang, sudah saatnya semua pihak dan pemangku kepentingan untuk memberikan perhatian kusus untuk mengatur dan menindak secara tegas bagi pelaku perusak lingkungan pada pesta demokrasi yang akan datang. Mari bersama kita wujudkan Pilkada ramah lingkungan. (*)