"Kalau terus dibiarkan tidak baik. Menteri telah meminta jajarannya untuk mengurus dan mencari solusi. Semoga dengan begini, semuanya teratasi," harap Bhenz.
Bhenz Maharajo menilai program BKSDA yang ingin membangun landmark Harau tidak selaras dengan misi konservasi yang selama ini dikampanyekan.
Sebagai cagar alam yang dilindungi, Lembah Harau seharusnya dijaga biar tetap alami, bukan malah 'didandani' dengan corak yang dapat merusak citra Harau itu sendiri.
"Biarkan Harau itu dengan keasriannya. Jangan disusupi dengan program-program yang tidak memiliki korelasi dengan perlindungan dan konservasi."
"BKSDA sebagai lembaga yang dituntut untuk menjaga kelestarian mestinya berpikir untuk melestarikan Lembah Harau, bukan malah menginisiasi proyek yang bisa saja merusak citra Harau itu sendiri," terang Bhenz Maharajo.
Sebagai putra Limapuluh Kota, Bhenz merasa punya kewajiban untuk menjaga alam, terutama Harau yang keberadaannya sudah diakui dunia dan sedang dipersiapkan sebagai geopark UNESCO.
"Kita bukan menolak pembangunan, tapi harus pada tempatnya. Membangun landmark di alam yang sedang dipersiapkan untuk geopark sangat tidak tepat.""Kalau niat BKSDA mau memperindah Harau, ikut membangun, ada baiknya cari lokasi yang tidak merusak Harau itu sendiri," ujar Bhenz.
Diketahui, sesuai rencananya, pembangunan landmark di Lembah Harau bakal dibangun dengan posisi menghadap ke arah barat daya, tepatnya arah kedatangan pengunjung.
Sesuai pagu anggarannya, pembangunan fisik landmark TWA Lembah Harau menelan anggaran sebesar Rp182 juta. Konstruksinya terbuat dari bahan besi plat setinggi 4 meter di setiap hurufnya. (*)
Editor : Redaksi