Begitu juga dengan gas LPG ukuran 3 kg yang disubsidi pemerintah dijual hingga harga Rp35.000, padahal HET resmi sesuai SK Gubernur hanya Rp18.000. Bahkan gas LPG 3 kg subsidi juga beredar di luar pangkalan resmi. Dan yang lebih mengkhawatirkan lagi, kenaikan ini akan membuat LGP bersubsidi menjadi langka di pasaran karena permintaan yang tinggi dan rentan terjadinya penimbunan.
"Kita meminta agar Pemko Banda Aceh dapat meneruskan keluhan masyarakat ini kepada pihak terkait agar dapat dilakukan penertiban harga. Karena naiknya harga LPG 12 kg dapat juga berdampak pada kelangkaan gas elpiji subsidi 3 kg (gas melon) yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin," ujar Ketua DPD PKS Banda Aceh itu.
Mengenai persoalan ini kata Farid, masyarakat tidak punya pilihan selain membeli berdasarkan harga yang beredar meskipun di luar HET. Seharusnya kata dia pemerintah memiliki sense of crisis sehingga bisa mengantisipasi berbagai kemungkinan yang memberatkan masyarakat sejak awal sehingga tidak terjadi permainan pasar.
Apalagi sebelumnya pada 3 Maret 2022 PT Pertaminan berdasarkan Keputusan Menteri ESDM juga turut menaikkan harga bahan bakar minyak nonsubsidi meliputi Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamax Dex dengan harga antara Rp850—Rp1.600 per liter. Meskipun kenaikan kedua komoditas ini disebut karena menyesuaikan dengan perkembangan terkini industri minyak dan gas, tetapi menurut Farid pemerintah memiliki kewenangan dalam mengendalikan pasar, sehingga masyarakat tidak menjadi korban dari pihak-pihak yang ingin mengeruk keuntungan pribadi semata. (*) Editor : Redaksi