HALONUSA.COM - Sikap pemerintah Indonesia masih melakukan impor cabai dari berbagai negara, mendapat sorotan tajam Lembaga Pengembangan Pertanian Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPP PBNU).
“Ini menyebabkan anjloknya harga cabai di dalam negeri terutama di tingkat petani,” ujar Ketua LPP PBNU, H. Al-Amin Nur Nasution kepada Halonusa.com.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sepanjang Januari-Juni 2021 atau selama Semester I 2021, Indonesia mengimpor cabai sebanyak 27.851,98 ton. Jumlah cabai impor tersebut didatangkan ke Tanah Air dengan total harga 59,47 juta dolar AS atau tepatnya 59.466.274 dolar AS.
Ia menyebutkan dari catatan BPS tersebut, tentunya angka ini lebih tinggi daripada impor pada semester pertama tahun 2020 yang hanya sebanyak 18.075,16 ton dengan nilai US$ 34,38 juta.
Bahkan sebut Al Amin Nur Nasution, pihaknya menerima laporan para petani melalui rekan-rekan di LPP NU di tingkat cabang di Jawa Timur pekan lalu, yang mengeluhkan harga cabai Rp 4500, bahkan ada yang hanya Rp 3000 per kilogram.
"Turunnya harga cabai saat ini tidak terlepas dari banyaknya cabai yang ada di pasaran, Hukum Pasar berlaku barang melimpah harga turun, namun sebagian besar cabai ini berasal dari impor dari Cina, Malaysia, Australia, juga Spanyol," kata Ketua LPP PBNU itu."Cabai yang diimpor pemerintah pada umumnya adalah cabai merah, termasuk juga cabai rawit merah," kata Al Amin Nur Nasution.
LPP PBNU menganjurkan pemerintah agar tidak mengimpor cabai maupun hasil-hasil pertanian lainnya. Sebab, para petani dalam negeri masih mampu memasok cabai untuk mencukupi kebutuhan nasional.
“Justru itu LPP PBNU mendorong pemerintah agar kebijakan yang dikeluarkan dapat membentengi dan membela rakyat kecil, termasuk petani,” kata Al Amin Nur Nasution.
"Jangan sampai harga jual anjlok ketika musim panen tiba, kasihan petani kita, kalau tengkulak gak ada ruginya tetapi imbasnya ke petani juga" imbuh Al Amin Nur Nasution.
Editor : Redaksi