"Seharusnya, kebutuhan kita lebih banyak digunakan untuk pembangunan yang menyasar peningkatan infrastruktur dan kualitas pelayanan publik di berbagai sektor. Anggaran untuk (pembangunan) itu ada di pos belanja modal," katanya.
Dirinya melihat alokasi anggaran untuk belanja barang jasa di beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) banyak digunakan diantaranya untuk berbagai pelatihan, biaya administrasi keuangan perangkat daerah, pembelian barang yang diserahkan kepada masyarakat seperti berbagai bibit dan peralatan.
"Ada juga pembelian unggas dan kambing nilainya Rp60 miliar. Bagi saya tidak masalah sejauh dalam pelaksanaannya nanti benar benar tepat sasaran dan mencapai tujuan diharapkan. Namun, selama ini program tersebut kurang berhasil karena banyak yang mati sebelum berkembang biak. Kami akan menggali lagi saat pembahasan Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD). Contoh lain juga anggaran rehabilitasi gedung senilai Rp20 miliar lebih," katanya.
Begitupun juga alokasi anggaran yang direncanakan untuk pencegahan dan penanganan pandemi Covid19, juga belum terlihat keberpihakan Pemrov jika dilihat dari sisi anggaran yang dialokasi untuk pencegahan dan penanganan pandemi ini.
"Anggarannya hanya Rp50 miliar yang ditempatkan di pos Belanja Tak Tertuga (BTT). Saya rasa kecil sekali dan kita sudah meminta anggarannya dinaikkan karena kebutuhan saat ini sangat prioritas," katanya.
Dalam pembahasan akhir KUA-PPAS tersebut, terdapat sejumlah poin yang disepakati antara Banggar dan TAPD Sumbar.Pertama, alokasi untuk belanja modal sebesar 14 persen dari APBD atau sekitar Rp900 miliar lebih yang diambil dari pos belanja barang dan jasa.
Kedua, anggaran untuk pengadaan mobil dinas dan anggaran untuk rehab berat bangun kantor pemerintah ditiadakan.
Kemudian, belanja bantuan sosial di pos BTT dinaikkan, dan penyertaan modal pada PT Jamkrida juga ditiadakan. (*)
Editor : Redaksi