Neil Tandon menjelaskan lagi, memprediksi terjadinya La Nina maupun El Nino dengan mengamati dapat membantu siapa saja dalam menganalisis, memprediksi perubahan pola cuaca dari tahun ke tahun.
"Setiap daerah yang mengalami kemunculan El Nina harus melakukan mitigasi sejak dini, sehingga bisa menyelamatkan warga termasuk sektor pertanian, industri dan lainnya," papar Neil Tandon.
Menukil dari data BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) yang merupakan lembaga negara di Indonesia mencatat jika intensitas curah hujan pada rentang waktu 1982 hingga 2010 merupakan intensitas normal.
Baca juga: BMKG: Pemerintah Segera Ambil Langkah, Fenomena La Nina Hingga Februari 2022
Sementara curah hujan lantaran dampak dari El Nina melanda Indonesia hingga 2022 akan meningkat dan diawali pada medio November 2021 dengan intensitas curah hujan bulanan 70 hingga 100 persen dari intensitas normal.
Wilayah yang terdampak curah hujan tinggi tersebut ialah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB) termasuk Pulau Jawa dan Bali.
Adapun di Sumatera, Maluku Utara (Malut), Sulawesi Selatan (Sulsel), Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Kalimantan Barat (Kalbar) akan mengalami curah hujan sporadis (Intensitas curah hujan yang terjadi cukup tinggi).BMKG mencatat hal tersebut mengacu data pada 2o2o lalu. (*)
Laporan: Kariadil Harefa
Kariadil Harefa seorang jurnalis foto dan penulis dokumenter di Sumatera, ia jurnalis foto berspesialisasi dalam pelaporan lingkungan dan masyarakat adat, sebagian besar pekerjaan pribadinya memiliki komponen politik dan sosial yang kuat. Ia juga seorang penyelam dan anggota aktivis lingkungan lingkungan Yayasan Cahaya Maritim (Camar)Editor : Redaksi